Wisata Hijau atau Wisata Keberlanjutan

 


Indonesia mulai merintis pengembangan pariwisata berkelanjutan alias sustainable tourism. Melihat ancaman pemanasan global, agaknya konsep wisata hijau sudah menjadi tuntutan dan kebutuhan demi menjaga masa depan dan kehidupan yang lebih baik. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) juga mengklaim tidak lagi fokus mengejar angka kunjungan wisatawan semata, tapi juga mendorong pariwisata berkelanjutan di Tanah Air.

 

Pariwisata berkelanjutan atau wisata hijau adalah pengembangan konsep berwisata yang dapat memberikan dampak positif dalam jangka panjang. Tak sekadar melepas penat, wisata hijau mengusung konsep peduli lingkungan, sosial, budaya, hingga ekonomi berkelanjutan. Semua pihak terlibat dan berperan aktif dalam pengembangan wisata hijau, baik pengelola, masyarakat lokal hingga wisatawan.

 

World Tourism Organization (WTO) menyebutkan bahwa pariwisata berkelanjutan adalah “tourism that takes full account of its current and future economic, social and environmental impacts, addressing the needs of visitors, the industry, the environment, and host communities”. Penjelasan tersebut dapat didefinisikan bahwa pariwisata berkelanjutan merupakan konsep pembangunan/pengembangan pariwisata yang memperhitungkan sepenuhnya dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan saat ini maupun masa depan.

 

Melalui penjelasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pariwisata berkelanjutan merupakan suatu konsep yang dipraktikkan, baik oleh masyarakat, yang dalam hal ini tidak hanya penyedia layanan wisata saja, tetapi juga wisatawan serta komunitas tuan rumah maupun pemerintah setempat. WTO dan United Nations Environment Program (2005) juga telah merumuskan setidaknya terdapat 12 tujuan utama dari pembangunan pariwisata yang berkelanjutan, yang di antaranya adalah sebagai berikut :

 

1.      Economic Viability, memastikan kelangsungan dan daya saing destinasi wisata sehingga mereka dapat menerima manfaat ekonomi dalam jangka panjang.

2.      Local Prosperity, memaksimalkan kontribusi pariwisata terhadap ekonomi masyarakat lokal di lingkungan destinasi.

3.      Employment Quality, meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang bertugas/terlibat dalam kegiatan kepariwisataan, termasuk juga dalam hal penerimaan upah, kesetaraan gender maupun ras.

4.      Social Equity, memberikan distribusi yang luas dan adil dari manfaat ekonomi maupun sosial, termasuk juga meningkatkan peluang keterlibatan, pendapatan, dan layanan.

5.      Visitor Fulfillment, untuk memberikan pengalaman yang memuaskan bagi pengunjung, termasuk juga adanya pertukaran pengetahuan di dalam kegiatan wisata.

6.      Local Control, melibatkan dan memberdayakan masyarakat lokal dalam perencanaan maupun pengambilan keputusan mengenai pengelolaan atau pengembangan pariwisata.

7.      Community Wellbeing, menjaga dan memperkuat kualitas hidup masyarakat lokal, termasuk struktur sosial dan akses sumber daya, fasilitas, dan sistem pendukung kehidupan.

8.      Cultural Richness, menghormati dan meningkatkan kepedulian akan warisan sejarah, budaya otentik, tradisi dan kekhasan dari komunitas tuan rumah di destinasi wisata.

9.      Physical Integrity, menjaga dan meningkatkan kualitas lanskap destinasi, baik perkotaan maupun pedesaan.

10.  Biological Diversity, mendukung segala bentuk sistem konservasi kawasan alam, habitat, dan margasatwa.

11.  Resource Efficiency, meminimalkan penggunaan sumberdaya yang langka dan tidak terbarukan dalam pengembangan maupun pengoperasian fasilitas pariwisata.

12.  Environmental Purity, meminimalkan pencemaran udara, air, dan tanah serta timbunan limbah oleh destinasi wisata dan wisatawan.

 

Sementara itu, dalam Peraturan Menteri Pariwisata No. 14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan, terdapat 4 (empat) pilar utama dalam pengembangan pariwisata. Pilar ini juga menjadi kriteria yang telah dirumuskan oleh Badan Pariwisata Berkelanjutan Dunia (Global Sustainable Tourism Council), yang mencakup :

 

1.      Pengelolaan destinasi parwisata berkelanjutan (Sustainability Management)

2.      Pemanfaatan ekonomi untuk masyarakat lokal (Social-Economy)

3.      Pelestarian budaya bagi masyarakat dan pengunjung (Culture)

4.      Pelestarian lingkungan (Environment)

 

Dalam membangun pariwisata yang berkelanjutan, maka diperlukan perubahan pola pikir dan kesadaran dari seluruh pemangku kepentingan. Hal ini menjadi kunci penting untuk memperkuat dan meletakkan konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan. Dengan perencanaan yang baik dan manajemen yang efektif, pariwisata dapat memberikan dampak yang positif bagi ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan. Sebaliknya pun bisa terjadi jika perencanaan pembangunan disusun secara sembarangan dan tidak memperhatikan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan. 

 

Adapun penjelasan dari 4 (empat) pilar pembangunan pariwisata berkelanjutan adalah sebagai berikut :

 

1.     Pengelolaan Destinasi Pariwisata Berkelanjutan

Destinasi wisata diharapkan telah menyusun dan mengaplikasikan pengembangan strategi jangka panjang dengan mempertimbangkan isu lingkungan, ekonomi, sosial, budaya, kualitas, kesehatan, keselamatan, dan estetika yang dikembangkan bersama dengan masyarakat. Sistem pemantauan maupun evaluasi juga harus diterapkan guna meminimalisir segala dampak yang ditimbulkan akibat adanya kegiatan kepariwisataan. Selain itu, destinasi pariwisata diharapkan memiliki organisasi, kelompok atau komite yang efektif, bertanggungjawab untuk melakukan koordinasi terhadap pengembangan pariwisata berkelanjutan dengan melibatkan sektor swasta dan pemerintah. Organisasi ini juga berperan dalam memberikan pengawasan dan pelaporan kepada publik secara berkala.

 

2.     Pemanfaatan Ekonomi untuk Masyarakat Lokal

Pada pilar ini, pembangunan pariwisata berkelanjutan menuntut destinasi wisata agar menyediakan kesempatan kerja yang sama terhadap seluruh masyarakat. Organisasi pun harus memiliki sistem yang mendorong partisipasi masyarakat dalam perencanaan tujuan serta pengambilan keputusan secara berkelanjutan. Pemanfaatan ekonomi untuk masyarakat lokal juga dapat ditunjukkan dengan adanya sistem yang mendukung masyarakat lokal maupun pengusaha kecil dan menengah untuk dapat mempromosikan serta mengembangkan produk lokalnya secara berkelanjutan. Adapun produk lokal yang dimaksud dapat berupa makanan dan minuman, kerajinan tangan, pertunjukan kesenian, produk pertanian, dan lainnya.

 

3.     Pelestarian Budaya bagi Masyarakat dan Pengunjung

Nilai-nilai budaya yang menjadi warisan leluhur haruslah dilestarikan. Pelestarian budaya ini nantinya juga dapat menjadi suatu atraksi yang menarik bagi wisatawan sehingga menjadi sarana edukasi maupun transfer pengetahuan. Selain itu, dengan adanya atraksi wisata berupa kearifan lokal/budaya, maka akan membawa wisatawan untuk dapat menghormati dan menghargai budaya di setiap destinasi wisata yang dikunjunginya. Destinasi wisata juga diharapkan sudah memiliki sistem pengelolaan pengunjung, termasuk di dalamnya berupa tindakan untuk mempertahankan, melindungi, dan memperkuat aset sumber daya alam maupun budaya. Untuk mendukung sistem ini, destinasi wisata dapat menyediakan atau menerbitkan panduan perilaku pengunjung yang pantas pada situs-situs yang sensitif. Informasi dan panduan ini juga harus disesuaikan dengan budaya setempat yang dikembangkan melalui kolaborasi bersama masyarakat.

 

4.     Pelestarian Lingkungan

Pelestarian lingkungan dilakukan untuk mengurangi serta mencegah kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas kepariwisataan. Dalam hal ini, saat akan mengembangkan destinasi wisata, organisasi diharuskan mengidentifikasi risiko lingkungan beserta proses atau sistem penanganannya. Selain itu, destinasi wisata wajib berperan untuk memberikan perlindungan alam liar, baik flora dan fauna dengan menyediakan sistem yang disesuaikan dengan hukum lokal, nasional, dan internasional.

Share:

Related Posts:

           

Artikel Terbaru

Arsip Artikel

Kesenian Jamjaneng

  Jamjaneng atau janeng yang merupakan kesenian asli Kebumen warisan dari jaman penyebaran Islam di Jawa oleh Sunan Kalijogo. Alat musiknya ...